Pendidikan Nonformal, Harapan di Tengah Sulitnya Akses Akibat Sistem Zonasi

  • Bagikan
Foto : Musfira,S.H.,M.Pd (Founder/Kepala Homeschooling Farah)

OPINI, Setara News – Dalam beberapa tahun terakhir, sistem zonasi dalam pendidikan formal kerap menjadi sorotan publik. Di satu sisi, sistem ini bertujuan untuk pemerataan kualitas pendidikan, namun di sisi lain, ia menciptakan tantangan baru, terutama bagi masyarakat di pelosok yang terbatas aksesnya terhadap sekolah-sekolah negeri unggulan.

Ketimpangan fasilitas, minimnya tenaga pendidik, dan jarak tempuh yang jauh semakin menyulitkan anak-anak di daerah terpencil untuk memperoleh pendidikan berkualitas. Di tengah kenyataan inilah, pendidikan nonformal tampil sebagai solusi yang semakin relevan dan penting.

Pendidikan nonformal, seperti kelompok belajar masyarakat, kursus, serta homeschooling, memberikan ruang alternatif bagi anak-anak yang terpinggirkan oleh sistem zonasi dan keterbatasan geografis. Di pelosok-pelosok negeri, banyak orang tua yang akhirnya memilih jalur pendidikan nonformal karena merasa tak memiliki pilihan lain.

Sekolah terdekat bisa jadi jaraknya belasan kilometer, tanpa dukungan transportasi yang layak. Belum lagi kualitas pengajaran yang kadang jauh tertinggal dibanding sekolah di kota.

Peran pendidikan nonformal menjadi sangat vital karena menawarkan fleksibilitas, kontekstualisasi materi pembelajaran, dan pendekatan yang lebih personal. Anak-anak bisa belajar sesuai kemampuan dan waktu yang tersedia, tanpa harus terikat pada jam belajar yang kaku. Ini sangat membantu bagi mereka yang juga harus membantu orang tua bekerja, seperti di daerah pertanian atau pesisir.

Namun, tantangan pendidikan nonformal juga tak kecil. Masih banyak yang menganggap jalur ini sebagai “opsi kedua” atau bahkan “jalan buntu” karena belum sepenuhnya diakui sejajar dengan sekolah formal. Padahal, jika dikelola dengan baik dan mendapatkan dukungan dari negara, pendidikan nonformal bisa menjadi penggerak utama peningkatan kualitas SDM di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal).

Pemerintah semestinya lebih serius memberi ruang dan anggaran yang adil bagi pendidikan nonformal. Tidak cukup hanya dengan regulasi, tetapi juga melalui pelatihan tutor, pengadaan bahan ajar, hingga integrasi dengan program pendidikan nasional. Selain itu, penting pula mengedukasi masyarakat bahwa pendidikan nonformal bukan pilihan terakhir, melainkan jalur sah untuk membentuk generasi yang cerdas dan berdaya.

Di tengah situasi sulit yang dihadapi anak-anak pelosok akibat zonasi dan keterbatasan akses, pendidikan nonformal bukan hanya alternatif, ia adalah harapan. Harapan agar semua anak Indonesia, tak peduli di mana mereka tinggal, punya kesempatan yang sama untuk belajar, tumbuh, dan meraih masa depan.

Oleh : Musfira,S.H.,M.Pd (Founder & Kepala Homeschooling Farah)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *